Indonesia dikenal dunia sebagai produsen rokok kretek dan rokok putih. Namun, ada komoditas lain yang menjadi kebanggaan negeri ini: tembakau cerutu. Dengan sejarah panjang sebagai produsen tembakau cerutu berkualitas dunia, Indonesia berada di peringkat kedua setelah Kuba dalam pasar tembakau cerutu global.
Sejarah tembakau cerutu di Indonesia dimulai sejak masa kolonial, ketika VOC memperkenalkan tanaman tembakau ke Nusantara. Awalnya, tembakau ditanam untuk memenuhi kebutuhan elite Eropa, termasuk pejabat VOC, yang memandang konsumsi tembakau sebagai simbol status sosial. Di bawah kebijakan system of enterprise pada abad ke-19, perkebunan tembakau mulai berkembang pesat di berbagai wilayah, termasuk Deli Serdang, Besuki, dan Klaten, yang difokuskan untuk produksi tembakau cerutu.
Pada puncak kejayaannya, tembakau Deli menjadi primadona di pasar ekspor, mendominasi balai lelang tembakau cerutu di Amsterdam dan Bremen, Jerman. Namun, seiring waktu, perkebunan Deli menyusut akibat perubahan kebijakan dan pertumbuhan penduduk. Kini, Jember, yang menjadi bagian dari Karesidenan Besuki, tampil sebagai penghasil utama tembakau cerutu Indonesia dengan produksi 8.000–9.000 ton per tahun. Pada tahun 2017, Jember mencatat nilai ekspor tembakau cerutu sebesar Rp1,5 triliun.
Keistimewaan Tembakau Na-Oogst
Tembakau cerutu dari Besuki, khususnya Jember, dikenal dengan nama Besuki Na-Oogst (BNO). Daun tembakau BNO memiliki karakteristik khas: tipis, elastis, dan beraroma netral. Daun ini digunakan sebagai pengisi (filler), pembungkus dalam (omblad), dan pembungkus luar (dekblad) cerutu. Kualitas dekblad yang tinggi menjadi penentu utama cita rasa dan harga cerutu, menjadikannya komponen yang paling berharga.
Meski kampanye antirokok gencar di dunia, tembakau cerutu Jember tetap diminati karena memiliki pasar yang jelas: para penikmat cerutu di Eropa (Jerman, Italia, Swiss) dan Asia (China, Singapura). Pasar internasional bersedia membayar harga premium untuk cerutu berkualitas, dengan harga dekblad mencapai 60 euro per kilogram.
Teknologi dan Inovasi dalam Produksi Tembakau Cerutu
Untuk menjaga kualitas tembakau cerutu, petani di Jember telah mengadopsi teknologi Tembakau Bawah Naungan (TBN). Dengan menggunakan waring atau kelambu plastik, teknologi ini mengontrol paparan sinar matahari agar daun tembakau memiliki warna rata dan tekstur elastis. Proses pengolahan pascapanen yang canggih juga diterapkan, seperti di unit usaha Bobbin milik PTPN X, yang bekerja sama dengan Swiss dan menyerap ribuan tenaga kerja.
Namun, tantangan tetap ada. Residual pestisida yang tinggi dan perubahan iklim memengaruhi kualitas tembakau. Oleh karena itu, inovasi dan pengelolaan yang berkelanjutan menjadi kunci keberlanjutan komoditas ini.
Pentingnya Tembakau bagi Jember
Tembakau cerutu bukan hanya komoditas ekspor unggulan, tetapi juga menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat Jember. Dengan luas perkebunan mencapai 11 ribu hektar, tembakau cerutu menyumbang sekitar 53% Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menjadi sumber penghidupan bagi 70% warga Jember. Tak heran, daun tembakau menjadi lambang Kabupaten dan Universitas Jember.
Melindungi Warisan, Menatap Masa Depan
Sejarah mengajarkan bahwa kejayaan suatu industri dapat terancam oleh berbagai faktor, termasuk kampanye negatif dan tekanan global. Seperti yang terjadi pada industri rokok kretek, dominasi pasar oleh perusahaan asing bisa menjadi ancaman nyata jika tidak diantisipasi. Oleh karena itu, menjaga kemandirian dan keberlanjutan tembakau cerutu Jember menjadi tanggung jawab bersama.
Indonesia adalah "tanah yang menjanjikan" (la tierra prometedora) bagi industri cerutu dunia. Dengan inovasi berkelanjutan dan dukungan penuh untuk petani dan pekerja, tembakau cerutu Jember dapat terus menjadi simbol kejayaan dan warisan berharga Indonesia di pasar global.
0 Komentar untuk" Tembakau Cerutu Indonesia terbaik ada di Jember : Warisan Berharga yang Harus Dijaga"